Jumat, 10 Desember 2010

Pengajaran Bahasa Asing

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa asing merupakan salah satu aplikasi ilmu linguistik. Seperti diketahui bahwa globalisasi serta kemajuan IPTEK mendorong kita untuk bisa seterbuka mungkin dengan dunia luar, yang menuntut komunikassi seluas-luasnya yang pada akhirnya mengharuskan adanya timbal balik dalam konteks kebahasaan dalam rangka mendapatkan suatu pengertian antara dua pihak yang berlainan bahasa untuk mencapaitujuan-tujuan tertentu sesuai kepentingannya.
Maka dibutuhkan adanya pengajaran bahasa asing yang dianggap sebagai bahasa utama, guna mengatasi hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan bahasa.
Berikut akan dijelaskan salah satu aplikasi ilmu linguistik, yaitu pembelajaran bahasa asing, serta teori-teori yang mendasari teknik dan metodologinya.






























PEMBAHASAN


A. Perkembangan Metodologi Pengajaran Bahasa Asing

Pengajaran Bahasa Menggunakan Pendekatan Komunikatif (Communicative Language Learning) pada saat ini merupakan pendekatan yang banyak dipergunakan oleh guru di banyak negara untuk mengajar bahasa kedua atau bahasa asing. Pendekatan ini disusun berdasarkan perkembangan fungsi-fungsi komunikasi dalam konteks sosial seperti yang diungkapkan Canale dan Swain (1980) serta Savignon (1991). Pada awalnya, pengajaran bahasa menggunakan pendekatan komunikatif muncul di Inggris pada akhir tahun 1960-an (Richard dan Rodgers, 1986).
Oleh karena pesatnya perkembangan ekonomi dan industri di negara-negara Eropa pada tahun 1960-an, banyak emigran dan para pekerja di luar negeri yang datang ke Eropa ( Savignon, 1991). Banyak industri di Eropa kekurangan tenaga kerja untuk menjalankan aktifitasnya. Keadaan ini menyebabkan pendatang harus mempelajari bahasa-bahasa utama di Eropa, seperti Perancis, Jerman dan Inggris. Dewan Eropa memutuskan bahwa perlu dipikirkan metode alternatif untuk mengajarkan bahasa-bahasa utama di Eropa tersebut kepada para pendatang.
Pada waktu itu, metode pengajaran bahasa asing yang dipergunakan di Eropa adalah penerjemahan tata bahasa (grammar-translation method). Mengingat para pendatang di negara-negara Eropa memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi, maka penerapan metode penerjemahan-tata bahasa menjadi tidak tepat. Hal ini karena metode tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan agar para pekerja dari luar Eropa mampu mempergunakan bahasa untuk berinteraksi dengan penduduk setempat.
Pada tahun 1972, Wilkins, seorang ahli linguistik Inggris mengusulkan konsep fungsi atau komunikasi dalam pengajaran bahasa. Jan Van Ek (1979) dan L.G.Alexander (1980) memperkenalkan ‘Threshold Level’ (T-level) untuk memerinsi situasi-situasi dipergunakan suatu bahasa.
Para ahli linguistik terapan di Inggris, seperti Firth, Widdowson, Halliday, Candlin berpendapat bahwa tujuan pengajaran suatu bahasa harus untuk mengembangkan kemampuan komunukasi agar siswa mampu menguasai bahasa bukan hanya tata bahasanya saja, tetapi fungsi-fungsinya dalam konteks sosial.
Di Amerika Utara, ahli sosiolinguistik seperti Gumperz dan Hymes (1972) mendefinisikan penggunaan komunikasi bahasa sebagi bahasa dalam konteks sosial berdasarkan norma-norma sosiolinguistik yang sesuai, dan untuk mencapai kompetensi komunikasi, siswa harus terlibat dalam pengalaman berkomunikasi.
Howatt (1984) membedakan dua pandangan tentang pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa sebagi berikut.
There is, in a sense. A ‘srong’ version of the communicative approach and ‘a weak’ version. The weak version, which has become more or less standars practice in the last ten years, stresses the importance of providing learners with opportunities to use their English for communicative purposes and, characteristically, attemps to intergrate such activities into a wider program af language teaching. The ‘strong’ version of communicative teaching, on the other hand, advances the claim that language is acquired though communication, so that it is not merely a question of activating an existing but inert knowledge of the language, but of stimulating the development of the language system itself.

B. Prinsip-Prinsip Pengajaran Bahasa Asing dengan Pendekatan Komunikatif

Pada prinsipnya, tujuan pengajaran bahasa menggunakan pendekatan komunikatif adalah mengembangkan kompetensi komunikasi dalam keterampilan yang terintegrasi (Yalden, 1987). Richards dan Rodgers (1986) menyatakan bahwa Hymes (1971) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah kompetensi komunikasi (communicative competence) sebagai argumentasi terhadap teori Chomsky tentang kompetensi yang memfokuskan pada bagaimana mengenali kemampuan abstrak yang dimiliki penutur bahasa sehingga memunngkinkannya menghasilkan serangkaian kalimat-kalimat benar secara tata bahasa. Hymes (1971) menolak pandangan ini karena menurutnya, seseorang memerlukan pengetahuan penyusunan kalimat bukan hanya melalui tata bahasa, tetapi juga melalui kesesuaian yang dikontrol oleh aturan-aturan sosiolinguistik.
Savignon (1991) mendefinikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang sesuai. Untuk mencapai hal itu, seseorang harus terlibat dalam komunikasi sesungguhnya. Lebih lanjut, Savignon merevisi definisi kompetensi komunikasi pada tahun 1983, dan satu hal yang menarik yang dibuatnya adalah dimasukkannya aspek paralinguistik seperti bahasa tubuh, jarak bicara, serta ekspresi wajah ketika berkomunikasi.
Menurut definisi Canale dan Swain (1980), kompetensi komunikasi terdiri dari empat dimensi : kompetensi tata bahasa, kompetensi linguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategi. Kompetensi tata bahasa merupakan pengetahuan linguistik. Kompetensi sosiolinguistik adalah kemampuan memahami konteks sosial dimana bahasa tersebut dipergunakan. Kompetensi wacana merupakan kemampuan menginterperstasikan bentuk-bentuk bahasa dalam komunikasi dalam artian hubungan bahasa tersebut dan bagaimana membentuk makna keseluruhan wacana atau teks. Kompetensi strategi adalah kemampuan memanipulasi interaksi dalam arti mengetahui kapan seseorang harus memulai, berhenti, menginterupsi / memotong pembicaraan, mengambil alih percakapan, melanjutkan percakapan, dan bagaimana mengendalikan percakapan. Keempat komponen tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan.

1. Teori tentang Bahasa dalam Pengajaran Bahasa dengan Pendekatan Komunikatif

Richards dan Rodgers (1989) yang mendukung penerapan pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif melihat bahasan sebagai berikut :
a. Language is a system for the expression of meaning.
b. The primary function of language is for interaction and communication.
c. The structure of language reflects its functional and communicative uses.
d. The primary units of language are not merely its grammatical and structural features, but categories of functional and communicative meaning as exemplified in discourse.
Firth, seorang ahli linguistik, menyampaikan bahwa adanya saling ketergantungan antara bahasa, budaya, dan masyarakat untuk membangun makna suatu bahasa. Dasar pemikirannya adalah bahwa bahasa mempunyai fungsi sebagai alat yang dipergunakan masyarakat untuk melakukan aktifitas keseharian di dalam masyarakat.
Halliday (1973) melihat bahasa sebagai suatu perilaku sosial. Halliday menjelaskan bahwa seorang pembicara memiliki potensi perilaku (can do) dan suatu kemampuan untuk mengubahnya menjadi potensi linguistik (can mean).oleh karena itu seseorang menyadari adanya potensi linguistik suatu sistem bahasa dalam konteks situasi.
Istilah situasi konteks ( context situation) pertama kali diperkenalkan oleh Bronislaw Malinowski tahun 1923 yang melakukan observasi terhadap bahasa sebuah suku di pulau Trobiand ketika melakukan percakapan yang menyertai aktifitas kesehariannya (Berns, 1990). Menurut Halliday, bahasa merupakan suatu realisasi makna pada sistem sosial atau budaya sehingga bahasa tidak dapat dipahami tanpa konteks.
Ketika seseorang berinteraksi untuk komunikasi, ia akan melalui suatu proses. Larsen-Freeman (1986) dan Yalden (1987) menyatakan bahwa terdapat 3 elemen yang muncul selama proses tersebut yaitu : ekspresi (expression), interprestasi (interpretation), dan negosiasi makna (negotiation of meaning).
Ekspresi muncul karena ketika seseorang berkomunikasi, ia menggunakan bahsa pada fungsi sosial. Interprestasi terjadi karena pihak-pihak yang berkomunikasi dapat memilih berbagi cara untuk mengekspresikan bahasa tergantung pada situasi yang dihadapinya. Negosiasi makna terjadi karena makna suatu bahasa akan menjadi jelas sesudah interaksi antara pembicara dan lawan bicara dimana lawan bicara akan memberikan respon pada pesan pembicara jika lawan pembicara memahami pesan tersebut.
Tujuan utama komunikasi adalah untuk membuat bahasa berfungsi dalam suatu konteks sosial. Wilkins (1979) menekankan bahwa pola-pola tata bahasa serta aturan-aturan bahas akan memiliki makna jika dipergunakan dalam komunikasi.
Halliday (1973) membedakan tiga fungsi bahasa yang disebutnya sebagai fungsi makro (macro-functions), yakni : interpersonal, ideational, dan textual. Fungsi interpersonal mengacu kapada potensi pembicara untuk membangun hubungan sosial dengan mempergunakan pengalaman-pengalaman tentang pengetahuan yang pernah diperolehnya selama hidup sebagai manusia. Fungsi ideational menunjukkan potensi makna untuk mengungkapkan pengalaman pembicara yang telah diperolehnya selama hidup. Fungsi textual merupakan realisasi fungsi interpersonal dan ideational untuk membentuk suatu ‘teks’ bahasa berdasarkan situasi yang sesuai.
Menurut Canale dan Swain (1980), penggunaan bahasa terdiri dari tiga komponen yaitu : tata bahasa, fungsi, dan wacana. Komponen tata bahasa mengacu kepada penggunaan aspek-aspek leksikal, morfologi (kajian tentang pembentukan kata), sintaksis (kajian tentang pembentukan kalimat), dan fonologi (kajian tentan sistem suara). Komponen fungsi mengacu kepada pemahaman konteks sosial dimana bahasa tersebut dipergunakan. Komponen wacana mengubah aspek-aspek linguistik menjadi berwarna.
Savignon (1991) mencatat bahwa perubahan konteks sosial tergantung pada siapa pihak yang berkomunikasi, informasi apa yang sedang dipertukarkan, dan apa tujuan komunikasi tersebut.
Berns (1990) menjelaskan bahwa kalimat-kalimat dalam suatu komunikasi akan bermakna jika terhubung antar satu dengan lainnya. Tiap kalimat tidak dapat diinterprestasikan sendiri-sendiri, tetapi kalimat-kalimat tersebut harus dihubungkan dengan kalimat-kalimat lainnya. Oleh karena itu, makna kalimat-kalimat dalam suatu teks atau percakapan merupakan keterhubungan dalam keseluruhan topik atau tema.

2. Teori Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Komunikatif

Khrasen (1989) berpendapat bahwa terdapatdua cara untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam penguasaan bahasa kedua, yaitu aquisition dan learning. Acquisition didefinisikan sebgai perkembangan bahasa secara alamiah yang sama halnya dengan proses penguasaan bahasa pertama. Learning didefinisikan sebagai perkembangan bahasa secara sengaja yang dilakukan pada suatu kondisi tertentu.
Richards dan Rodgers (1986) mendeskripsikan adanya tiga prinsip yang mendasari situasi belajar pada pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif, yaitu :
1. Belajar bahasa harus melalui serangkaian kegiatan yang mengarah kepada komunikasi karena akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sasaran.
2. tugas yang dipergunakan dalam proses belajar harus mencakup praktik penggunaan bahasa sasaran karena dapat merangsang siswa untuk belajar.
3. Bahasa yang dipergunakan harus dalam kerangka situasi yang bermakna karena akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sasaran.

3. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Komunikatif

Menurut Brown (1994), peran guru dalam pengajaran komunikatif dapat dikatakan bahwa secara bergantian pada suatu saat ia menjadi seorang fasilitator, panganalisis kebutuhan, pengelila aktivitas kelas, penasehat, dan partnerdalam komunikasi.
Peran guru sebagai fasilitator mempunyai arti bahwa guru harus memfasilitasi siswa selama berlangsungnya proses komunikasi. Guru harus mendorong siswa terlibat aktif dalam pertukaran informasi karena hal ini dapat mempercepat praktik penggunaan bahasa sasaran untuk interaksi yang mempunyai makna.
Peran guru sebagai penganalisis kenutuhan mempunyai arti bahwa giri bertanggung jawab untuk menentukan materi kebahasaan ketika berlangsungnya aktivitas di kelas berdasarkan kebutuhan siswa. Analisis kebutuhan dapat dilakukan secara formal maupun informal. Analisis informal dapat dilakukan melalui dialog atau pembicaraan dengan siswa tentang persepsi mereka terhadap aktivitas belajar mengajar. Analisis formal dilakukan melalui pemberian kuisioner yang diisi siswa.
Peran lain guru adalah sebagai pengelola aktivitas di kelas dimana guru membangun suasana belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk praktik komunikasi. Selam aktivitas kelas, guru harus mampu memonitor dan mempelajari situasi sehingga siswa dapat aktif terlibat dalam interaksi yang bermakna.
Guru juga berperan sebagai penasehat untuk siswa karena ia akan menjawab pertanyaan siswa serta memberikan umpan balik terhadap hasil yang telah dicapau siswa. Guru menjelas-ulangkan informasi yang tidak jelas yang mungkin terjadi selama berlangsungya kegiatan di kelas.
Guru berperan sebagai pertner komunikasi selama berlangsungnya kegiatan di kelas. Guru bukan figur utama dalam kegiatan di kelas. Guru tidak boleh mendominasi aktivitas. Keterlibatan guru semata hanya untuk merangsang partisipasi siswa dalam praktik komunikasi.
Menurut Brown (1994), siswa dalam pengajaran menggunakan pendekatan komunikatif merupakan pihak-pihak yang saling berkomunikasi antar satu dengan lainnya untuk melakukan ‘negosiasi makna’ melalui berbagai kegiatan komunikasi.
Tujuan utama pengajaran menggunakan pendekatan komunikatif adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikasi, siswa harus pula diuji kemampuannya menggunakan alat uji yang bersifat komunikatif, yaitu :
1. Alat uji memiliki kesenjangan informasi (information gap), yang bererti bahwa alat uji mengandung tugas yang mengharuskan siswa menyelesaikan kesenjangan tersebut dengan mencari informasi yang sesuai.
2. Alat uji tersebut harus memiliki keterkaitan tugas (task dependency), yang memiliki makna bahwa antar satu bagian tugas dengan lainnya harus saling berhubungan.
3. Alat uji harus memiliki integrasi antara tugas pengujian (task tests) dan isi (content) yang mempunyai arti bahwa baik tugas maupun isi harus disampaikan dalam suatu wacana (konteks).
4. Alat uji harus mampu mengukur keseluruhan kemampuan berbahasa yang berarti bahwa tugas yang akan diujikan kepada siswa harus meliputi kemampuan linguistik, sosiolinguistik, strategi komunikasi, serta wacana.



















PENUTUP

Demikian telah dijelaskan mengenai pembelajaran bahasa asing, serta teori-teori yang mendasari teknik dan metodologinya. Maka dapat kami simpulkan bahwa pendekatan komunikatif (communicative language teaching) adalah pendekatan yang banyak digunakan dalam pengajaran bahasa asing yang disusun berdasarkan perkembangan fungsi-fungsi komunikasi dalam konteks sosial. Sejalan dengan perkembangan ilmu linguistik, pengkajian terhadap pengajaran bahasa asing yang pada mulanya menekankan pada bahasa itu sendiri berkembang menjadi lebih kompleks, yaitu menekankan juga pada bagaimana menggunakan bahasa tersebut.
Sementara tujuan utama pengajaran bahasa asing menggunakan pendekatan komunikatif adalah membuat (menjadikan) komunikasi sebagai tujuan pengajaran bahasa disamping meningkatkan kompetensi berbahasa yang padu (terintegrasi) yang diperlukan dalam komunikasi. Kompetensi komunikasi adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang sesuai, yang terdiri dari empat dimensi : kompetensi tata bahasa, kompetensi linguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategi.
Peran guru dalam pengajaran komunikatif dapat dikatakan bahwa secara bergantian pada suatu saat ia menjadi seorang fasilitator, penganalisis kebutuhan, pengelola aktivitas kelas, penasehat, dan partner dalam komunikasi. Dan karena tujuan utama pengajaran menggunakan pendekatan komunikatif adalah un tuk mengembangkan kompetensi komunikasi, siswa harus pula diuji kemampuannya menggunakan alat uji yang bersifat komunikatif seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar